Tag Archive for: pemantauan

GIS dalam Pemantauan dan Manajemen Sumber Daya Alam Laut

Laut merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, baik dari aspek ekologis, ekonomi, maupun sosial. Sumber daya alam laut meliputi perikanan, terumbu karang, mangrove, padang lamun, mineral laut, hingga energi terbarukan seperti gelombang dan angin laut. Namun, eksploitasi berlebihan, pencemaran, perubahan iklim, dan konflik pemanfaatan ruang laut menjadi tantangan besar dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut.

Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan pendekatan teknologi yang canggih dan terpadu. Salah satu solusi yang semakin banyak digunakan adalah Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis. GIS memungkinkan visualisasi, analisis, dan manajemen data spasial untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam laut secara berkelanjutan.

Peran GIS dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Laut

GIS memiliki kemampuan untuk memetakan dan memantau berbagai parameter kelautan yang relevan dengan pengelolaan sumber daya. Berikut adalah beberapa aspek penting penggunaan GIS dalam konteks kelautan:

1. Pemetaan Habitat Laut

GIS memungkinkan pemetaan dan klasifikasi habitat penting seperti:

  • Terumbu karang

  • Hutan mangrove

  • Padang lamun

  • Zona pasang surut dan muara

Dengan data ini, dapat dilakukan identifikasi wilayah yang harus dilindungi (konservasi) serta yang dapat dimanfaatkan secara terbatas.

2. Pemantauan Sumber Daya Perikanan

GIS membantu dalam:

  • Menentukan zona tangkapan ikan berdasarkan data suhu permukaan laut dan klorofil

  • Menganalisis pola migrasi dan daerah pemijahan ikan

  • Mengatur zona larangan tangkap dan zona tangkap lestari

Dengan integrasi data remote sensing dan data dari kapal nelayan, pemantauan stok ikan dan aktivitas perikanan menjadi lebih akurat.

3. Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (KKL)

GIS digunakan untuk merancang dan mengevaluasi efektivitas kawasan konservasi laut seperti taman nasional laut, suaka margasatwa laut, dan zona penyangga. Analisis spasial membantu menentukan lokasi strategis yang memiliki nilai biodiversitas tinggi dan tekanan manusia rendah.

4. Manajemen Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah zona pertemuan antara darat dan laut yang kaya akan sumber daya. GIS digunakan untuk:

  • Menganalisis perubahan garis pantai (akibat abrasi atau sedimentasi)

  • Menilai risiko banjir rob dan tsunami

  • Mengelola zonasi pemanfaatan lahan pesisir: pelabuhan, pemukiman, tambak, pariwisata, dll.

5. Pemantauan Pencemaran Laut

GIS dapat digunakan untuk:

  • Memetakan sumber pencemaran: limbah industri, aliran sungai tercemar, tumpahan minyak

  • Menganalisis pola penyebaran pencemar di perairan laut

  • Membantu dalam perencanaan tanggap darurat dan pemulihan

6. Pemodelan Perubahan Ekosistem Laut

Dengan integrasi data spasial dan temporal, GIS dapat digunakan untuk memodelkan skenario perubahan lingkungan laut akibat:

  • Kenaikan suhu laut

  • Pengasaman laut (ocean acidification)

  • Kenaikan permukaan air laut

Hasil pemodelan ini penting untuk membuat kebijakan jangka panjang dalam adaptasi perubahan iklim kelautan.

Tahapan Penggunaan GIS dalam Manajemen Laut

  1. Pengumpulan Data

    • Citra satelit laut (MODIS, Landsat, Sentinel)

    • Data sonar dan LIDAR bawah laut

    • Data oseanografi: arus, salinitas, suhu

    • Data survei lapangan: kondisi terumbu, populasi ikan, dll

  2. Prapemrosesan dan Integrasi Data

    • Koreksi spasial dan radiometrik

    • Konversi format dan proyeksi koordinat

    • Integrasi data multitemporal dan multiskala

  3. Analisis dan Pemodelan

    • Zonasi kawasan berdasarkan tingkat sensitivitas ekosistem

    • Analisis overlay antara pemanfaatan dan potensi konflik

    • Model spasial prediksi perubahan habitat laut

  4. Visualisasi dan Pengambilan Keputusan

    • Pembuatan peta tematik dan dashboard interaktif

    • Penyusunan rekomendasi zonasi dan kebijakan berbasis data spasial

Contoh Implementasi GIS dalam Sumber Daya Laut di Indonesia

  1. Pemetaan Ekoregion Laut oleh KKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memanfaatkan GIS untuk membuat peta ekoregion laut Indonesia, yang menjadi dasar dalam perencanaan zonasi laut dan konservasi.

  2. Sistem Zonasi Kawasan Konservasi Laut di Raja Ampat GIS digunakan untuk merancang zonasi konservasi laut dengan mempertimbangkan nilai ekologi, budaya, dan ekonomi lokal. Hasilnya, daerah ini menjadi model konservasi laut berbasis masyarakat.

  3. Pemantauan Tumpahan Minyak di Laut Balikpapan Pada kasus tumpahan minyak tahun 2018, GIS membantu dalam menganalisis sebaran pencemaran dan area terdampak, serta mendukung proses pemulihan lingkungan.

Manfaat GIS dalam Pengelolaan Laut

Manfaat Penjelasan
Efisiensi Pemantauan GIS memungkinkan pemantauan wilayah luas secara cepat dan berkelanjutan
Basis Perencanaan Tata Ruang Laut Menyediakan informasi spasial untuk Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)
Deteksi Dini Perubahan Ekosistem Mendeteksi degradasi habitat laut lebih awal untuk intervensi
Peningkatan Partisipasi Masyarakat Peta GIS mudah dipahami dan bisa diakses melalui aplikasi berbasis web atau mobile
Kolaborasi Multi-stakeholder Menyatukan data dari instansi pemerintah, lembaga riset, dan komunitas lokal

Tantangan dan Solusi

Tantangan Solusi
Keterbatasan data bawah laut Meningkatkan riset kelautan dan pemetaan dengan kapal riset nasional
Keterbatasan akses data spasial Mendorong keterbukaan data dan integrasi antarinstansi
Kapasitas SDM daerah masih rendah Pelatihan rutin penggunaan GIS di dinas kelautan dan lingkungan
Biaya perangkat lunak GIS komersial Penggunaan GIS open source seperti QGIS untuk efisiensi anggaran

Kesimpulan

GIS merupakan alat strategis dalam mendukung pengelolaan dan pemantauan sumber daya alam laut secara berkelanjutan. Dengan kemampuan untuk mengolah data spasial yang kompleks dan memvisualisasikan kondisi laut secara komprehensif, GIS mampu memberikan gambaran yang akurat tentang potensi, tekanan, dan kondisi ekosistem laut. Hal ini sangat penting dalam konteks perencanaan zonasi, konservasi, mitigasi bencana, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Di masa depan, integrasi GIS dengan teknologi lain seperti drone laut, AI, dan big data akan memperkuat sistem pengelolaan sumber daya laut yang adaptif dan berbasis data. Untuk itu, penting bagi pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat untuk bersinergi dalam membangun sistem manajemen laut yang modern dan berkelanjutan dengan dukungan penuh dari teknologi GIS.

Penggunaan GIS dalam Monitoring dan Analisis Kerusakan Infrastruktur Pasca Bencana

Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan letusan gunung berapi seringkali menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap infrastruktur. Jalan, jembatan, saluran air, fasilitas kesehatan, dan gedung-gedung pemerintahan bisa menjadi tidak layak pakai dalam sekejap. Dalam kondisi darurat tersebut, kecepatan dan akurasi dalam melakukan pemantauan dan analisis kerusakan sangatlah penting untuk merencanakan tindakan pemulihan. Salah satu teknologi yang semakin banyak digunakan dalam konteks ini adalah Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis.

GIS merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menangkap, menyimpan, menganalisis, dan memvisualisasikan data yang berhubungan dengan posisi di permukaan bumi. Teknologi ini sangat efektif dalam mengelola informasi spasial dan memiliki potensi besar dalam mempercepat proses identifikasi kerusakan infrastruktur pasca bencana.

Peran GIS dalam Penanganan Bencana

GIS memiliki berbagai peran penting dalam penanganan bencana, khususnya dalam tahap pascabencana yang berfokus pada pemulihan dan rekonstruksi. Berikut adalah beberapa fungsi utama GIS dalam konteks ini:

  1. Pemetaan Kerusakan Infrastruktur GIS memungkinkan pembuatan peta kerusakan yang detail dan akurat dengan menggabungkan data citra satelit, foto udara dari drone, serta laporan lapangan. Dengan sistem ini, instansi terkait dapat mengetahui secara cepat lokasi-lokasi infrastruktur yang rusak, tingkat kerusakannya, serta aksesibilitas wilayah terdampak.

  2. Pemantauan Real-Time Dengan memanfaatkan data dari sensor lapangan, drone, atau satelit, GIS dapat memberikan informasi hampir secara real-time mengenai kondisi infrastruktur. Misalnya, setelah terjadi banjir, GIS dapat menunjukkan wilayah mana saja yang masih tergenang, sehingga tim tanggap darurat bisa memprioritaskan daerah yang benar-benar membutuhkan bantuan segera.

  3. Analisis Kerentanan dan Risiko Selain digunakan setelah bencana terjadi, GIS juga dapat digunakan sebelum bencana untuk memetakan kerentanan infrastruktur terhadap berbagai jenis bencana. Ini membantu dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan infrastruktur yang lebih tangguh terhadap risiko bencana.

  4. Perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Data yang terkumpul melalui GIS dapat digunakan untuk merancang rencana rehabilitasi dan rekonstruksi. Informasi seperti jalur transportasi yang rusak, lokasi pengungsian, dan distribusi penduduk akan sangat membantu dalam menentukan prioritas pembangunan kembali.

Proses Penggunaan GIS Pasca Bencana

Untuk memahami bagaimana GIS digunakan dalam monitoring dan analisis kerusakan infrastruktur pasca bencana, berikut adalah tahapan-tahapan umum yang dilakukan:

  1. Pengumpulan Data Data dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti:

    • Citra satelit sebelum dan sesudah bencana

    • Foto udara menggunakan drone

    • Laporan dari tim lapangan

    • Data sensor cuaca dan geologi

    • Data demografis dan infrastruktur dari instansi pemerintah

  2. Integrasi dan Analisis Data Data yang terkumpul diintegrasikan ke dalam sistem GIS untuk dianalisis. Misalnya, dengan membandingkan citra sebelum dan sesudah bencana, sistem dapat secara otomatis mengidentifikasi area yang mengalami perubahan signifikan. Teknik seperti change detection, overlay analysis, dan spatial analysis sering digunakan dalam tahap ini.

  3. Visualisasi dan Pemetaan Hasil analisis kemudian divisualisasikan dalam bentuk peta tematik yang menunjukkan tingkat kerusakan infrastruktur. Warna, simbol, dan layer-layer informasi digunakan untuk memperjelas gambaran kondisi di lapangan.

  4. Distribusi dan Pengambilan Keputusan Peta dan data hasil GIS kemudian dibagikan kepada pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, BNPB, dinas PU, dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Informasi ini digunakan untuk menyusun strategi pemulihan dan memprioritaskan alokasi sumber daya.

Studi Kasus Penggunaan GIS

Salah satu contoh nyata penggunaan GIS adalah saat gempa dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, pada tahun 2018. Dalam situasi tersebut, GIS digunakan oleh berbagai lembaga, termasuk Badan Informasi Geospasial (BIG) dan BNPB, untuk:

  • Mengidentifikasi wilayah terparah yang mengalami likuefaksi.

  • Menganalisis jalur distribusi logistik yang masih dapat digunakan.

  • Menentukan lokasi-lokasi pengungsian yang aman dan dapat dijangkau.

Selain itu, banyak relawan dan peneliti menggunakan platform GIS berbasis web seperti ArcGIS Online dan QGIS untuk memperbarui data kerusakan secara kolaboratif dan mendistribusikannya kepada publik dan pemerintah.

Keunggulan GIS dalam Penanganan Pascabencana

GIS menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan metode konvensional dalam pemantauan kerusakan infrastruktur, yaitu:

  • Cepat dan Efisien: Proses identifikasi kerusakan yang sebelumnya memakan waktu berhari-hari kini bisa dilakukan dalam hitungan jam.

  • Skalabilitas Tinggi: GIS dapat digunakan untuk menganalisis area kecil hingga wilayah skala nasional.

  • Integrasi Multisumber: Data dari berbagai sumber dan format dapat digabungkan dalam satu sistem.

  • Interaktif dan Dinamis: Peta yang dihasilkan bisa diperbarui secara berkala dan mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan.

Tantangan dan Kendala

Meski memiliki banyak keunggulan, penerapan GIS dalam penanganan bencana juga menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya:

  • Keterbatasan Akses Data: Tidak semua wilayah memiliki data geospasial yang lengkap dan terbaru.

  • Kapasitas SDM: Dibutuhkan tenaga ahli yang mampu mengoperasikan perangkat lunak GIS dan menganalisis data dengan benar.

  • Infrastruktur Teknologi: Di daerah yang terdampak parah, jaringan listrik dan internet bisa terganggu, menyulitkan proses pemantauan secara digital.

  • Koordinasi Lintas Instansi: Penggunaan GIS memerlukan kerja sama antara berbagai lembaga dan instansi, yang kadang tidak berjalan mulus.

Kesimpulan

Penggunaan GIS dalam monitoring dan analisis kerusakan infrastruktur pasca bencana terbukti sangat membantu dalam mempercepat proses pemulihan dan meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan. Teknologi ini mampu menyajikan informasi spasial yang akurat, real-time, dan terintegrasi, sehingga semua pihak yang terlibat dalam penanganan bencana dapat bekerja lebih efisien.

Untuk memaksimalkan potensi GIS, perlu dilakukan peningkatan kapasitas SDM, penyediaan data yang lebih lengkap dan terbuka, serta penguatan kolaborasi antarinstansi. Dengan begitu, sistem pemantauan pascabencana akan semakin tangguh, dan masyarakat terdampak dapat segera kembali bangkit dan pulih.

GIS untuk Pemantauan Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Ekosistem

Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan global yang paling serius pada masa kini. Efek dari perubahan iklim terhadap ekosistem dapat mencakup perubahan pola cuaca, kenaikan suhu global, perubahan curah hujan, dan peningkatan frekuensi serta intensitas bencana alam. Untuk memahami dan mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap ekosistem, pemantauan yang akurat dan terus-menerus diperlukan. Salah satu teknologi yang sangat berguna dalam mendukung pemantauan perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekosistem adalah Sistem Informasi Geografis (GIS). GIS memungkinkan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan presentasi data spasial yang dapat membantu dalam memahami dinamika perubahan iklim dan merencanakan strategi adaptasi yang efektif.

Pengertian GIS dan Perannya dalam Pemantauan Perubahan Iklim

GIS adalah sistem yang menggabungkan software, hardware, data, orang, dan prosedur untuk mengelola, menganalisis, dan mempresentasikan semua jenis data geografis. Dalam konteks pemantauan perubahan iklim, GIS memainkan peran penting dalam empat aspek utama: pengumpulan data, analisis spasial, visualisasi informasi, dan pengambilan keputusan.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah langkah awal dalam pemantauan perubahan iklim. GIS membantu dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan data spasial dari berbagai sumber, seperti citra satelit, stasiun cuaca, sensor lingkungan, dan data lapangan. Data-data ini dapat berupa informasi tentang suhu, curah hujan, kelembaban, angin, dan kondisi ekosistem. Dengan menggunakan GIS, data-data ini dapat disatukan dan disimpan dalam bentuk database spasial yang mudah diakses dan dianalisis.

Analisis Spasial

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah analisis spasial. GIS membantu dalam menganalisis data spasial untuk mengidentifikasi pola, tren, dan anomali dalam perubahan iklim. Misalnya, GIS dapat digunakan untuk menganalisis perubahan suhu dan curah hujan dalam beberapa dekade terakhir, mengidentifikasi area yang mengalami pemanasan global atau perubahan pola cuaca yang signifikan, dan mengevaluasi dampaknya terhadap ekosistem. Hasil analisis ini dapat membantu dalam merencanakan strategi adaptasi yang lebih efektif.

Visualisasi Informasi

Visualisasi informasi adalah aspek kunci dalam pemantauan perubahan iklim. GIS memungkinkan pembuatan peta interaktif, grafik, dan visualisasi 3D yang dapat membantu dalam mempresentasikan data dan hasil analisis secara jelas dan mudah dipahami. Visualisasi ini dapat digunakan untuk memkomunikasikan informasi tentang perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekosistem kepada pemangku kepentingan, seperti pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan. Contohnya, peta interaktif yang menampilkan perubahan suhu, curah hujan, dan kondisi ekosistem dapat membantu dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat dan merencanakan kebijakan adaptasi yang lebih efektif.

Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah tahap akhir dalam pemantauan perubahan iklim. GIS membantu dalam membuat keputusan yang lebih baik dengan memberikan informasi yang akurat dan terbaru tentang perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekosistem. Dengan menganalisis dan memvisualisasikan data spasial, GIS dapat membantu pemerintah dan organisasi lingkungan dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan dan program adaptasi yang lebih efektif. Misalnya, GIS dapat digunakan untuk merencanakan lokasi pembangunan infrastruktur adaptasi, seperti bendungan, saluran irigasi, dan area konservasi.

Contoh Penerapan GIS dalam Pemantauan Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Ekosistem di Indonesia

Indonesia telah mengimplementasikan GIS dalam berbagai upaya pemantauan perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekosistem. Berikut adalah beberapa contoh penerapan GIS yang telah dilakukan:

Pemantauan Perubahan Iklim di Kalimantan

Kalimantan merupakan salah satu daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim di Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menggunakan GIS untuk memantau perubahan iklim di Kalimantan. Dengan menganalisis data suhu, curah hujan, dan kelembaban dari stasiun cuaca dan citra satelit, GIS membantu dalam mengidentifikasi area yang mengalami pemanasan global atau perubahan pola cuaca yang signifikan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk merencanakan strategi adaptasi, seperti pengembangan area hijau dan infrastruktur adaptasi.

Pemantauan Dampak Perubahan Iklim terhadap Hutan di Sumatera

Sumatera juga menghadapi tantangan serius terkait perubahan iklim, terutama dampaknya terhadap hutan. Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah menggunakan GIS untuk memantau dampak perubahan iklim terhadap hutan di Sumatera. Dengan menganalisis data tutupan lahan, kondisi vegetasi, dan pola cuaca, GIS membantu dalam mengidentifikasi area yang mengalami deforestasi atau degradasi ekosistem akibat perubahan iklim. Hasil pemantauan ini digunakan untuk merencanakan kegiatan restorasi hutan dan konservasi ekosistem yang lebih efektif.

Pemantauan Dampak Perubahan Iklim terhadap Pesisir di Jawa

Pesisir di Pulau Jawa rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut dan erosi pantai. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) telah menggunakan GIS untuk memantau dampak perubahan iklim terhadap pesisir di Jawa. Dengan menganalisis data ketinggian muka air laut, topografi pesisir, dan kondisi ekosistem pesisir, GIS membantu dalam mengidentifikasi area yang rentan terhadap erosi pantai atau banjir rob. Hasil pemantauan ini digunakan untuk merencanakan strategi adaptasi, seperti pembangunan infrastruktur perlindungan pantai dan program restorasi ekosistem pesisir.

Tantangan dan Peluang dalam Penerapan GIS

Meskipun GIS memiliki banyak manfaat dalam pemantauan perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekosistem, tetap ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan akan data yang akurat dan terbaru. Data spasial yang tidak akurat dapat mengakibatkan keputusan yang salah dan meningkatkan risiko kerusakan ekosistem dan konflik sosial. Oleh karena itu, penting untuk terus memperbarui dan memvalidasi data yang digunakan dalam GIS.

Selain itu, penerapan GIS juga membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dalam mengoperasikan dan menganalisis sistem tersebut. Pelatihan dan pendidikan tentang GIS perlu diperkuat agar lebih banyak pemangku kepentingan yang mampu menggunakan teknologi ini secara efektif.

Namun demikian, peluang untuk mengembangkan penerapan GIS dalam pemantauan perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekosistem sangat besar. Dengan semakin berkembangnya teknologi, GIS dapat diintegrasikan dengan berbagai sistem lain, seperti Internet of Things (IoT) dan Big Data, untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif dan akurat. Hal ini dapat membantu dalam meningkatkan efektivitas pemantauan perubahan iklim, mengurangi dampak terhadap ekosistem, dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Kesimpulan

Penerapan GIS dalam pemantauan perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekosistem di Indonesia telah memberikan kontribusi signifikan dalam mengantisipasi dan mengurangi dampak perubahan iklim. Melalui pengumpulan data, analisis spasial, visualisasi informasi, dan pengambilan keputusan, GIS membantu pemerintah dan organisasi lingkungan dalam memahami dinamika perubahan iklim dan merencanakan strategi adaptasi yang efektif. Namun demikian, untuk memaksimalkan manfaat GIS, diperlukan upaya terus-menerus dalam memperbarui data, memperkuat sumber daya manusia, dan mengintegrasikan teknologi baru. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan perubahan iklim dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Jasa Pemetaan untuk Monitoring

Jasa Pemetaan untuk Monitoring – Kami menyediakan jasa pemetaan dan pemotretan udara UAV yang dapat digunakan dalam melakukan monitoring lahan. Penggunaan UAV dapat membatu dalam pengumpulan informasi terkait dengan pemantauan lahan secara berkala, serta memiliki kelebihan pada efisiensi waktu dan tenaga.

Monitoring lahan merupakan salah satu cara untuk memantau perubahan yang terjadi pada suatu lahan. Manfaat dari monitoring pada bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan antara lain :

  1. Mengetahui perubahan penggunaan lahan
  2. Mengetahui pertumbuhan tanaman pertanian
  3. Membantu optimalisasi pola penanaman pada tanaman perkebunan
  4. Sebagai asset inventarisasi dan membantu dalam pengelolaan hutan
  5. Memberikan informasi guna mendukung dalam melakukan evaluasi lahan

Dan masih banyak lagi manfaat lainnya.

Pemetaan dan pemotretan udara dengan menggunakan UAV memiliki hasil yang akurat dengan informasi skala detil. Kami juge menyediakan beragam jenis pelatihan dan jasa pengolahan data spasial. Jika Anda berminat menggunakan jasa kami, silahkan hubungi 0274 – 2833287 atau melalui [email protected] . Kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut.